Pekan ini opini publik masyarakat Indonesia diramaikan dengan hadirnya para perwakilan perusahaan ojek online ke gedung DPR serta ke istana.
Di DPR mereka menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi V DPR, sementara di Istana Kepresidenan, mereka disambut oleh Presiden Prabowo Subianto. Di DPR membahas revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sementara di Istana palu diketok untuk pemberian tunjangan atau bonus hari raya khususnya untuk para pengemudi dan kurir online.
Di hadapan para perwakilan Grab dan Gojek, Presiden Prabowo Subianto menghimbau agar perusahaan pengemudi dan kurir online mengeluarkan bonus hari raya kepada para mitra aktifnya yang berjumlah sekitar 250 ribu dari total sekitar 1 juga sampai 1,5 juta daftar pengemudi dan kurir online. "Saya telah mendapatkan laporan dari para menteri dari kabinet merah putih. Mereka telah melaksanakan beberapa kali pertemuan dan akhirnya kita telah memutuskan beberapa kebijakan tentang pemberian THR kepada pekerja swasta, BUMN, BUMD, dan juga kita telah berunding dan mendapatkan suatu komitmen dari pimpinan perusahaan pengemudi online yaitu Saudara Patrick Waluyo, CEO dari Gojek dan Saudara Anthony Tan, CEO Grab, serta dihadiri beberapa perwakilan pengemudi ojek online," demikian pernyataan Presiden Prabowo, di Istana Negera, 10 Maret 2025.
Baca juga: Nokia Tinggal Sejarah?
Lain halnya dengan pandangan perwakilan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) yang melihat mengenai perlunya pembatasan operasional ojek online. Pertimbangan MTI, sejak dulu sudah diwacanakan bridging ini, namun belum juga direalisasikan pembatasan itu seperti apa. Pihak MTI mengusulkan adanya pembatasan operasional ojek online.
Di hari yang sama, perwakilan ojol yang bertemu DPR dalam membahas revisi UU LLAJ meminta agar ojek online dimasukkan dalam bagian dari angkutan umum dalam Revisi Undang-Undang tentang Perubahan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dwi Putratama, Head of Legal Maxim Indonesia mengatakan, sebelumnya status kemitraan pengemudi ojol ditegaskan dalam sejumlah regulasi, antara lain Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.
Dwi Putratama, Head of Legal Maxim Indonesia mengatakan, sebelumnya status kemitraan pengemudi ojol ditegaskan dalam sejumlah regulasi, antara lain Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 118 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.
"Hubungan kemitraan ini dasarnya adalah perikatan perdata, jadi memang berbeda dengan definisi pekerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 13 2003. Oleh karenanya, Maxim mendorong agar regulasi di kemudian hari dapat lebih jelas dan inklusif diterapkan untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pihak," ujarnya.
Karena masih sebatas diayomi peraturan menteri, perlindungan kemitraan itu belum mendapatkan jaminan dari negara. Untuk memperkuat status kemitraan itu, pihaknya mengusulkan agar hal itu dimasukkan dalam Undang-Undang. "Status hubungan kemitraan tersebut perlu dan sudah semestinya dimasukkan dan ditegaskan dalam Rancangan Undang-Undang lalu Lintas dan Angkutan Jalan," tegas Dwi.
Hal senada disampaikan Presiden Gojek Indonesia yang merupakan bagian dari PT.GoTo Gojek Tokopedia Tbk, Catherine Hindra Sutjahyo. "...masukan kami disini adalah untuk roda dua, sesuai dengan kondisi Indonesia yang sangat unik, ini diperkenankan, diperbolehkan untuk mengangkut penumpang," ujarnya.
Lain halnya dengan pandangan perwakilan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) yang melihat mengenai perlunya pembatasan operasional ojek online. Pertimbangan MTI, sejak dulu sudah diwacanakan bridging ini, namun belum juga direalisasikan pembatasan itu seperti apa. Pihak MTI mengusulkan adanya pembatasan operasional ojek online.
"Bridging itu harus dibatasi, sampai dengan 10 tahun misalnya. kita tidak mau mengulangi yang dulu-dulu, kita bridging tetapi tidak dibatasi. Artinya adalah, ketika sudah 10 tahun, tidak ada lagi ojol mengangkut untuk orang, tetapi mengangkut untuk barang-barang kecil. Jadi di situ batasan operasional," ujar Sekjen MTI, Harris Muhammadur.
Melipirnews/ZE
Komentar
Posting Komentar