Gorengan Khas Jepang dan Impor Minyak Sawit dari Indonesia

Pernahkah mencicipi tempura? Ya, gorengan khas ala Jepang yang juga sudah marak dijual di Indonesia.

Sumber: freepik.com

Tempura
tergolong makanan tradisional Jepang (washoku). Dalam lingkungan washoku, makanan ringan yang dimasak secara digoreng memiliki penamaan tersendiri, yakni agemono. Ia termasuk salah satu varian washoku. Agemono memiliki karakter khas yaitu masakan yang digoreng. Agemono mempunyai 4 macam jenis gorengan, antara lain suage; gorengan yang tidak ditambahkan bahan apapun (biasanya sayuran saja), katsu; gorengan berbahan tepung roti yang diadaptasi dari Eropa, lalu karaage; berbahan daging ayam berbalut tepung kemudian digoreng, dan varian keempat adalah tempura yang terkenal itu; gorengan seaafood maupun sayuran berbalut tepung.


Mengutip makalah Gisa Alvira Putri, mahasiswa Sastra Jepang Universitas Indonesia, tempura merupakan gorengan yang pertama muncul di Jepang dan pertama kali masuk ke Jepang dari pengaruh bangsa Portugis. Diperkirakan hal ini berlangsung pada pertengahan abad 16 hingga ke 17. Dengan demikian, tradisi menggoreng masakan bukanlah asli tradisi dari Jepang. Karena faktor globalisasi, Jepang kemudian mengadopsi teknik menggoreng ini, sehingga menciptakan sebuah budaya masak khas Jepang.


Baca juga: Sate-Sate Pengharum Nama Daerah


Di balik populernya tempura, tidak boleh ketinggalan tentu saja mengenali bahan pokok menjadikan olahan tempura itu begitu renyah dan kriuknya. Tepatlah, minyak goreng yang memperkuat dunia kuliner Jepang mendunia belakangan ini. Termasuk agemono yang telah dikenal secara luas di dunia antara lain tempura, kaarage, ebi furai, shrimp roll, chicken katsu dan lain sebagainya. Agemono selalu tampil kering dan kriuk (deep fry), sehingga menghasilkan versi yang renyah dengan warna keemasan, namun tidak terlalu berminyak. Seiring dengan semakin tingginya tren makanan agemono, permintaan akan minyak goreng sebagai bahan makanan ini pun semakin meningkat.


Indonesia sebagai salah satu eksportir bahan kelapa sawit mentah (crude palm oil) tentu tidak dapat diabaikan di balik mengglobalnya tempura. Pada tahun 2019, impor minyak kelapa sawit Indonesia ke Jepang mencapai USD 166,9 juta (27,7 trilliun rupiah). Angka ini merupakan penurunan 23,4% dari tahun sebelumnya yang mampu mencapai USD 217,7 juta.


Sumber: freepick.com

Anehnya, walaupun Indonesia terkenal sebagai penghasil buah kelapa sawit terbesar di dunia, akan tetapi juga bukan merupakan wilayah tumbuhnya pohon kelapa sawit sejak awalnya. Menurut data sebuah jurnal, pohon kelapa sawit merupakan tanaman tropis purba yang berasal dari Afrika Barat. Di Afrika Barat, minyak sawit telah digunakan selama berabad-abad sebagai makanan dan obat. Indonesia tercatat sebagai eksportir utama produk sawit, yang mengekspor 21 juta ton minyak mentah minyak sawit (CPO) dan lebih dari 5 juta ton produk inti sawit pertahun.


Baca juga: John Kecil dan Ambengan Lezat, Simbolisasi Masyarakat Lekat


Tempura yang sudah terkenal di Indonesia itu biasanya berbahan asal dari binatang laut, seperti udang dan ikan. Selain itu dicampur dengan sayuran. Jenis sayuran yang biasa digunakan antara lain bawang bombay, kentang, ubi jalar, jamur shiitake, kabocha (labu Jepang), paprika hijau dan wortel. Selain tempura, juga terdapat gorengan bulat dari campuran sayuran dan makanan laut yang disebut kaki-age.


Saat ini, masakan gorengan atau agemono menjadi bagian penting dari keseharian masyarakat Jepang dan salah satu teknik diet masakan ala Jepang. Agemono ini dapat dipersiapkan dari rumah terkemas dalam kotak makan siang (bento) ala rumahan maupun dapat dibeli di toko convenience stores di banyak tempat di Jepang. Jika ingin menikmatinya di lokasi yang lebih santai, hidangan agemono juga dapat dinikmati di restoran kaiseki. Tempura menjadi salah satu jenis agemono yang paling sering disajikan dalam mangkuk nasi (tendon) atau di atas mie soba sebagai lauk atau dicelupkan ke dalam saus.


Melipirnews, dari berbagai sumber

Baca Juga

Komentar

Popular Posts

Antara Pariwisata dan Pelestarian: Dilema Borobudur dalam Perpres 101 Tahun 2024

Perjuangan Minoritas dalam Membangun Identitas Nasional di Asia Tenggara

Kepemimpinan Algoritma: Siapkan Pemimpin Jawa Timur Hadapi Era Digital

MTI: Setelah 10 tahun Bridging, Seharusnya Ojol Hanya untuk Pengantaran Barang

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Menyelami Makna Kedaulatan Menurut Mahfud MD

Penyebab Banjir, Gubernur Dedi: Akibat Pembangunan, Pusat: Curah Hujan

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Bagaimana Riset Interdisipliner Bisa Menjawab Tantangan Global Nan Kompleks?

Advertisements

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Perpaduan Budaya Penambah Eksotis Masjid Ridho Ilahi, Wilangan, Nganjuk

Kontes Debat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

Bertaruh Cuan di Tengah Kemacetan Jalan Raya Sawangan

Kasih Bunda Tak Terkira; Ber-Solo Touring Demi Tengok Anaknya

Kawasan Menteng Bergaya Eropa Jejak Peninggalan Kebijakan Daendals

Rangkaian Harmusindo 2024: Dorong Museum Sebagai Destinasi Wisata dan Edukasi

Advertisement

Buku Baru: Panduan Praktis Penelitian Sosial-Humaniora

Berpeluh Berselaras; Buddhis-Muslim Meniti Harmoni

Verity or Illusion?: Interfaith Dialogue Between Christian and Muslim in the Philippines

IKLAN ANDA

IKLAN ANDA

Kirimkan Artikel Terbaik Anda

Kanal ini menerima sumbangsih tulisan features terkait dengan area dan tujuan kanal. Panjang tulisan antara 500-700 kata. Dikirim dengan format, yakni judul-MN-nama penulis. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.