Antara Pariwisata dan Pelestarian: Dilema Borobudur dalam Perpres 101 Tahun 2024

“Pariwisata lebih diutamakan, padahal yang seharusnya didahulukan adalah pelestarian,” ujar Daud. 

Borobudur, mahakarya warisan dunia yang membanggakan Indonesia, kembali menjadi pusat perbincangan. Kali ini, sorotan tertuju pada pengelolaannya yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 101 Tahun 2024. Melalui kegiatan Sekolah Kehidupan Borobudur, Warung Info Jagad Cleguk menyelenggarakan diskusi online via Zoom pada 9 Maret 2025 dengan tema “Dilema Persoalan Pengelolaan Borobudur, Menyoroti Perpres 101 Tahun 2024”. Acara ini bertujuan untuk menggali berbagai perspektif guna melengkapi penulisan buku terbitan Warung Info Jagad Cleguk sekaligus memberikan masukan konstruktif kepada para stake holder.


Baca juga: Sunset, Ular, dan Tri Sandya di Tanah Lot


Candi Borobudur (Sumber: freepik.com)

Perpres 101 Tahun 2024: Antara Harapan dan Tantangan
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 101 Tahun 2024 tentang Tata Kelola Kawasan Borobudur dirancang untuk mengatur pengelolaan warisan budaya di kawasan tersebut. Meski secara konseptual Perpres ini sejalan dengan arahan manajemen warisan dunia, implementasinya masih menuai kritik. Masyarakat lokal merasa bahwa Perpres ini belum memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan mereka.

Hasbiansyah Zulhari, ahli Archaeological Heritage Management and Archaeology, yang membuka acara ini, menegaskan bahwa tujuan diskusi bukan untuk merevisi Perpres, melainkan untuk menyiapkan bahan penulisan sejarah dalam buku yang akan diterbitkan. “Perpres ini bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, tetapi masih banyak yang merasa tidak terdampak,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya semangat kolaborasi: “Tidak ada kebijakan yang sempurna. Mari kita hentikan narasi saling menyalahkan dan bangun semangat saling menguatkan.”

Kritik terhadap Implementasi Perpres
Daud Tanudirjo, pengajar dan peneliti di bidang Arkeologi Indonesia dan Pasifik, menyoroti beberapa kejanggalan dalam pedoman pelaksanaan Perpres 101 Tahun 2024. Menurutnya, meski secara konseptual sudah sesuai, sistem pengelolaan terpadu yang diusung belum seimbang. “Pengelolaan harus komunikatif, melibatkan semua pihak, bukan hanya satu pihak,” tegasnya.

Daud juga mengkritik kecenderungan untuk memprioritaskan aspek pariwisata daripada pelestarian. “Pariwisata lebih diutamakan, padahal yang seharusnya didahulukan adalah pelestarian,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa capaian utama pengelolaan Borobudur saat ini terbatas pada pariwisata berkualitas, bukan pelestarian warisan budaya.

Lebih lanjut, Daud mempertanyakan kompetensi PT Taman Wisata Candi (TWC) dalam mengelola kawasan Borobudur. “Kompetensi PT TWC dalam pemanfaatan kawasan Borobudur perlu diragukan dan diaudit dengan seksama. Proses ini tidak pernah dilakukan, tetapi justru mereka diberi mandat sebagai pelaksana tata kelola,” ungkapnya.

Baca juga: Ugahari dalam Seni Mengelola Alam ala Dayak Tenggalan

Membangun Kolaborasi untuk Masa Depan Borobudur
Diskusi ini menggarisbawahi pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan Borobudur. Capacity building menjadi kunci agar masyarakat memiliki kesadaran dan kemampuan untuk terlibat aktif. Selain itu, aspek pelestarian dan nilai-nilai budaya harus tetap menjadi prioritas utama, bukan sekadar keuntungan ekonomi dari pariwisata.

"Melalui Sekolah Kehidupan Borobudur, kita sama-sama berharap dapat memberikan kontribusi nyata dalam memperbaiki tata kelola kawasan Borobudur. Acara ini bukan hanya sekadar diskusi, tetapi juga ajakan untuk bersama-sama membangun masa depan Borobudur yang lebih adil, bijak, dan berkelanjutan", pungkas Zulhari.

Melipirnews/Latifah
Baca Juga

Komentar

  1. Lebih bagus candi utk pariwisata saja krn itu yg bisa mengangkat ekonomi masyarakat

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular Posts

Perjuangan Minoritas dalam Membangun Identitas Nasional di Asia Tenggara

Kepemimpinan Algoritma: Siapkan Pemimpin Jawa Timur Hadapi Era Digital

MTI: Setelah 10 tahun Bridging, Seharusnya Ojol Hanya untuk Pengantaran Barang

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Menyelami Makna Kedaulatan Menurut Mahfud MD

Penyebab Banjir, Gubernur Dedi: Akibat Pembangunan, Pusat: Curah Hujan

Gorengan Khas Jepang dan Impor Minyak Sawit dari Indonesia

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Bagaimana Riset Interdisipliner Bisa Menjawab Tantangan Global Nan Kompleks?

Advertisements

ARTIKEL FAVORIT PEMBACA

Memanfaatkan Setu-Setu di Depok Sekaligus Menjaganya dari Ancaman Alih Fungsi

Timun atau Melon Suri yang Selalu Beredar di Jabodetabek di Bulan Suci?

Judi Online Berlari Liar di Antara Pekerja Informal Hingga Anggota Dewan

Musik Gambus "Milik" Betawi Berunsur Kebudayaan Nusantara

Perpaduan Budaya Penambah Eksotis Masjid Ridho Ilahi, Wilangan, Nganjuk

Kontes Debat Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)

Bertaruh Cuan di Tengah Kemacetan Jalan Raya Sawangan

Kasih Bunda Tak Terkira; Ber-Solo Touring Demi Tengok Anaknya

Kawasan Menteng Bergaya Eropa Jejak Peninggalan Kebijakan Daendals

Rangkaian Harmusindo 2024: Dorong Museum Sebagai Destinasi Wisata dan Edukasi

Advertisement

Buku Baru: Panduan Praktis Penelitian Sosial-Humaniora

Berpeluh Berselaras; Buddhis-Muslim Meniti Harmoni

Verity or Illusion?: Interfaith Dialogue Between Christian and Muslim in the Philippines

IKLAN ANDA

IKLAN ANDA

Kirimkan Artikel Terbaik Anda

Kanal ini menerima sumbangsih tulisan features terkait dengan area dan tujuan kanal. Panjang tulisan antara 500-700 kata. Dikirim dengan format, yakni judul-MN-nama penulis. Isi tulisan di luar tanggung jawab redaksi.