Kawasan Menteng Bergaya Eropa Jejak Peninggalan Kebijakan Daendals

Membayangkan keelokan kawasan Menteng di wilayah Jakarta pada masanya, mungkin mengundang tanya. Bagaimana bisa berdiri kawasan hunian yang tertata sedemikian teratur dengan tipe rumah-rumah besar yang bergaya mirip hunian orang-orang Eropa itu? Walaupun hunian yang demikian tertata rapi masa kini bukan hanya kawasan Menteng saja, namun pengembangan kawasan hunian Menteng ini memberi jejak kawasan hunian modern yang tergolong pertama yang pernah ada di Indonesia pada masanya.
Boy Lawson / Collectie NMvWereldculturen, 1971 (www.worldgardencities.com)


Jawaban dari pertanyaan itu kiranya disediakan oleh Mary Corbin Sies dan timnya dalam buku yang berjudul, Iconic Planned Communities and the Challenge of Change, terbit tahun 2019 oleh penerbit University of Pennsylvania Press. Dalam buku tersebut, tersedia satu bab yang khusus mengupas tentang seluk beluk perencanaan hingga perkembangan kawasan hunian Menteng. Bab itu berjudul, Menteng: Heritage of Planned Community in Southeast Asian Megacity yang ditulis oleh Christopher Silver. Betul, kawasan hunian Menteng merupakan salah satu kawasan yang secara matang direncanakan oleh para arsitek dan ahli tata ruang kala itu.

Peluang dan Tantangan Menggarap Asrama Mahasiswa di Indonesia

Batavia, kawasan kota lama Jakarta sekarang, di awal abad kesembilan belas dirasakan mulai kurang memadai sebagai lokasi hunian bagi kalangan elit Hindia Belanda. Selain itu, para perencana dan arsitek Belanda terinspirasi dengan taman kota yang dibuat Inggris di India. Selanjutnya, disusunlah rencana pengembangan kawasan hunian di arah selatan Batavia, yakni di Weltevreden. 

Tahun 1809, Gubernur Jendral Herman Willem Daendals mulai memindahkan pusat administrasinya dari kawasan Batavia ke Weltevreden. Kawasan di luar Batavia ke arah selatan disebut Weltevreden. Walaupun menjabat tidak lama, 1808 - 1811, Daendals meninggalkan jejak bagi kebijakan pengembangan Weltevreden selanjutnya seiring dengan bertambahnya penduduk Eropa di kawasan Batavia saat itu.

Tercatat dalam tahun-tahun setelah Daendals itu, jumlah populasi Eropa di Hindia Belanda di tahun 1900 sebanyak 75.853 jiwa. Pada tahun 1920 meningkat menjadi 169.708 jiwa dan di tahun 1930 berjumlah lebih dari 240.000 jiwa. Di Batavia sendiri, diperkirakan terdapat 50.000 jiwa populasi Eropa dari sekitar total populasi Jakarta atau Batavia 300.000 jiwa pada tahun 1930.

Kebijakan politik kerajaan Belanda juga mulai berubah. Ratu Wilhelmina mengeluarkan peraturan desentralisasi (decentralization law) tahun 1903 bagi pemerintahan kolonial Belanda, termasuk meliputi Hindia Belanda. Kebijakan yang dikenal sebagai bagian dari politik etis ini semakin mendorong pemerintahan di negara jajahan untuk menjadikan kawasannya lebih manusiawi dan lebih modern. Kebijakan tersebut juga makin mendorong pemerintahan Batavia untuk lebih memanjakan orang-orang kulit putih dengan cara antara lain memperbaiki jalan dan juga saluran-saluran air yang kemudian dirasakan kalangan pribumi. Tidak terlewatkan, hunian bagi kalangan kulit putih di kawasan Menteng itu.

Menteng diubah menjadi kawasan elit itu juga didukung kebijakan kependudukan Hindia Belanda yang masih memisahkan antara orang-orang kulit putih dengan dua kelompok masyarakat lainnya, orang Asia dan Timur Jauh, serta pribumi. Dampaknya, pembangunan kawasan Menteng menjadi prioritas pemerintahan kota Batavia, tanpa mendapatkan gangguan dari masyarakat pribumi maupun Asia dan Timur jauh. Merasa tidak memiliki tanggung jawab dengan kalangan pribumi, pemerintahan Hindia Belanda lantas tidak perlu mengusahakan komplek hunian bagi pribumi, dan hanya menyediakannya bagi kalangan Eropa.

Ditambah lagi, di luar kawasan yang menjadi otoritas pemerintah Hindia Belanda, juga terdapat lahan yang dikuasi swasta. Kebanyakan saat itu dijadikan lahan pertanian. Pada tahun 1901, terdapat 304 lahan swasta, yang dari sejumlah itu, 101 lahan dikuasai orang Eropa dan sisanya dikuasai orang-orang China.

Kosmopolitannya Kawasan Megamas dan Sekitarnya

Perencanaan tata kota Batavia F.J Kubatz mulai direalisasikan tahun 1918, walaupun rencana pengembangan Menteng dimulai tahun 1910. Khusus desain kawasan Menteng, gambar dari arsitek Belanda Peter Adriaan Jacobus Mooijen, seorang pekerja di pemerintahan Hindia Belanda yang digunakan. Proyek pengembangan kawasan itu tetap diawasi Kubatz, sebagai realisasi dari pengembangan kawasan Gondangdia Baru. Luas lahan Menteng yang dikembangkan waktu itu 73 hektar yang sebelumnya merupakan lahan pertanian dan perkebunan. Jadilah kawasan Menteng sebagai hunian kaum elit kulit putih.

Dalam perkembangan paska kemerdekaan, kawasan Menteng kemudian banyak dihuni para pemimpin Republik. Soekarno tinggal di Menteng, dan juga Soeharto. Demikian para tokoh lainnya. Soeharto menetap di Menteng sejak tahun 1960an hingga meninggalnya. Mantan Presiden Amerika Serikat, Barrack Obama pun pernah tinggal di Menteng pada masa kecilnya.

MN

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama