Saat ini di dalam negeri sedang gencar-gencarnya penggalakkan sertifikasi halal untuk produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pemerintah Indonesia yang telah mengundangkan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang kini sedang mendorong agar para pelaku usaha yang tergolong dalam usaha mikro dan kecil, memiliki lembar sertifikat halal.
Gebrakan pemerintah itu, di antaranya selama tiga tahun terakhir ini paling tidak, para pelaku usaha mikro dapat menyertifikatkan produk olahan makanan dan minumannya melalui klaim mandiri atau yang disebut dengan self declare halal. Biayanya ditanggung pemerintah alias gratis.
Mekanisme ini tanpa ribet karena pelaku usaha cukup menyatakan kehalalan bahan dan proses pembuatan produk makanan dan minumannya. Prosesnya pun secara digital untuk dapat dilayani oleh BPJPH. Bilamana pelaku usaha selain beragama Islam, maka dibutuhkan kehadiran penyelia yang beragama Islam. Namun pemilik usaha tersebut tetap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terjaminnya produk makanan dan minuman yang diusulkan mendapatkan sertifikat halal dari pemerintah tersebut.
Beredar rumor, bahwa seluruh produk makanan dan minuman yang berada di dalam negeri harus sudah memiliki sertifikat halal pada Oktober 2024 mendatang, sebagaimana ketentuan perundangan yang telah ditetapkan. Apakah para pelaku usaha cukup siap memenuhi ketentuan tersebut? Sementara data dari BPJPH, pelaku usaha yang telah bersertifikasi halal per Desember tahun 2022 lalu baru berkisar di angka 850 ribu sertifikat halal yang telah dikeluarkan BPJPH. Demikian ini berarti masih banyak pelaku usaha yang belum meraih sertifikat halal untuk produknya. Semoga rumor demikian itu menjadi penyemangat pelaku usaha untuk terus memacu usahanya.
Pada situasi ini, tidak berlebihan jika pembaca perlu mengenal lebih luas pantangan-pantangan makanan dan minuman pada setiap komunitas agama secara global. Ternyata tidak hanya kalangan Islam saja, penganut agama selain Islam juga mengenal pantangan makanan dan minuman dengan istilah yang berbeda-beda pula. Situs American Dining Creations membagikan keterangannya seperti berikut.
1. Islam
Dalam Islam, halal artinya dibolehkan (permissible/lawful). Dengan begitu, terdapat jenis makanan dan minuman yang tidak dipebolehkan. Minuman yang tidak diperbolehkan yaitu minuman yang memabukkan. Makanan yang tidak perbolehkan antara lain babi, anjing, kemudian berbagai hewan bertaring, hewan berkuku panjang, hewan yang mati tidak disembelih secara Islam meskipun jenisnya boleh dikonsumsi, dan seterusnya.
2. Katolik
Menjelang perayaan Paskah, umat Katolik berpantang makan daging pada setiap hari Jumat selama 46 hari lamanya.
3. Yahudi
Dalam ajaran Yahudi juga mengenal pantangan makanan dan minuman yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dengan mengikuti hukum kashrut. Aturan makanan ini disebut kosher. Beberapa makanan tergolong tidak kosher seperti babi dan makanan laut yang bertempurung. Binatang tergolong kosher antara lain sapi, ayam dan ikan. Minuman beralkohol tergolong kosher. Selain itu, dalam aturan kosher, peralatan masak dan tempat masak pun juga diatur dalam hukum kashrut.
4. Mormon dan Advent
Kristen Mormon dan Advent berpantang minuman beralkohol, kopi dan teh. Mereka berorientasi pada makanan sehat, termasuk makan buah-buahan paling dianjurkan.
5. Hindu
Daging sapi menjadi pantangan bagi umat Hindu (umumnya di Hindu India), walaupun susu sapi tidak menjadi pantangan. Hal ini karena binatang sapi disucikan.
6. Buddhisme
Pada beberapa kelompok Buddhisme, pantangan makanan berlaku misalnya dengan menjalankan ketentuan makanan vegetarian. Kelompok ini pantang makan daging.
7. Sikh
Umat Sikh juga berpantang pada daging, karena hewan tersebut disembelih. Penyembelihan hewan merupakan tindakan yang menyiksa hewan. Berbeda dengan hewan yang disuntik mati (euthanized).
Barangkali masih terdapat tradisi agama lain dan pantangan makanan serta minumannya yang belum tercatat di sini. Titik akhir yang penting, persoalan pantang berpantang pada makanan dan minuman merupakan bagian ritual yang erat dengan umat-umat beragama secara global.
MN
Gebrakan pemerintah itu, di antaranya selama tiga tahun terakhir ini paling tidak, para pelaku usaha mikro dapat menyertifikatkan produk olahan makanan dan minumannya melalui klaim mandiri atau yang disebut dengan self declare halal. Biayanya ditanggung pemerintah alias gratis.
Mekanisme ini tanpa ribet karena pelaku usaha cukup menyatakan kehalalan bahan dan proses pembuatan produk makanan dan minumannya. Prosesnya pun secara digital untuk dapat dilayani oleh BPJPH. Bilamana pelaku usaha selain beragama Islam, maka dibutuhkan kehadiran penyelia yang beragama Islam. Namun pemilik usaha tersebut tetap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terjaminnya produk makanan dan minuman yang diusulkan mendapatkan sertifikat halal dari pemerintah tersebut.
Beredar rumor, bahwa seluruh produk makanan dan minuman yang berada di dalam negeri harus sudah memiliki sertifikat halal pada Oktober 2024 mendatang, sebagaimana ketentuan perundangan yang telah ditetapkan. Apakah para pelaku usaha cukup siap memenuhi ketentuan tersebut? Sementara data dari BPJPH, pelaku usaha yang telah bersertifikasi halal per Desember tahun 2022 lalu baru berkisar di angka 850 ribu sertifikat halal yang telah dikeluarkan BPJPH. Demikian ini berarti masih banyak pelaku usaha yang belum meraih sertifikat halal untuk produknya. Semoga rumor demikian itu menjadi penyemangat pelaku usaha untuk terus memacu usahanya.
Pada situasi ini, tidak berlebihan jika pembaca perlu mengenal lebih luas pantangan-pantangan makanan dan minuman pada setiap komunitas agama secara global. Ternyata tidak hanya kalangan Islam saja, penganut agama selain Islam juga mengenal pantangan makanan dan minuman dengan istilah yang berbeda-beda pula. Situs American Dining Creations membagikan keterangannya seperti berikut.
1. Islam
Dalam Islam, halal artinya dibolehkan (permissible/lawful). Dengan begitu, terdapat jenis makanan dan minuman yang tidak dipebolehkan. Minuman yang tidak diperbolehkan yaitu minuman yang memabukkan. Makanan yang tidak perbolehkan antara lain babi, anjing, kemudian berbagai hewan bertaring, hewan berkuku panjang, hewan yang mati tidak disembelih secara Islam meskipun jenisnya boleh dikonsumsi, dan seterusnya.
2. Katolik
Menjelang perayaan Paskah, umat Katolik berpantang makan daging pada setiap hari Jumat selama 46 hari lamanya.
3. Yahudi
Dalam ajaran Yahudi juga mengenal pantangan makanan dan minuman yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dengan mengikuti hukum kashrut. Aturan makanan ini disebut kosher. Beberapa makanan tergolong tidak kosher seperti babi dan makanan laut yang bertempurung. Binatang tergolong kosher antara lain sapi, ayam dan ikan. Minuman beralkohol tergolong kosher. Selain itu, dalam aturan kosher, peralatan masak dan tempat masak pun juga diatur dalam hukum kashrut.
4. Mormon dan Advent
Kristen Mormon dan Advent berpantang minuman beralkohol, kopi dan teh. Mereka berorientasi pada makanan sehat, termasuk makan buah-buahan paling dianjurkan.
5. Hindu
Daging sapi menjadi pantangan bagi umat Hindu (umumnya di Hindu India), walaupun susu sapi tidak menjadi pantangan. Hal ini karena binatang sapi disucikan.
6. Buddhisme
Pada beberapa kelompok Buddhisme, pantangan makanan berlaku misalnya dengan menjalankan ketentuan makanan vegetarian. Kelompok ini pantang makan daging.
7. Sikh
Umat Sikh juga berpantang pada daging, karena hewan tersebut disembelih. Penyembelihan hewan merupakan tindakan yang menyiksa hewan. Berbeda dengan hewan yang disuntik mati (euthanized).
Barangkali masih terdapat tradisi agama lain dan pantangan makanan serta minumannya yang belum tercatat di sini. Titik akhir yang penting, persoalan pantang berpantang pada makanan dan minuman merupakan bagian ritual yang erat dengan umat-umat beragama secara global.
MN