Mengobrol di Luar Malam Hari Tanpa Obat Nyamuk Diduga Penyebab Filariasis yang Pernah Menjangkiti Depok

Jika masih ingat ramai pemberitaan tentang filariasis atau penyakit kaki gajah yang pernah melanda Indonesia pertengahan tahun 2000an, maka tentu masih ingat Depok yang disebut sebagai salah satu daerah endemi. Banyak media menyoroti Kota Depok saat itu dengan ditemukannya penderita filariasis.

Keterangan ini juga diunggah dalam sebuah artikel jurnal berjudul, Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Filariasis Dengan Pencegahan Penyakit Filariasis Di RW 05 Kelurahan Beji Timur Kota Depok, yang ditulis Umi Bariyah Inayati dan Santi Herlina di Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 1 No. 1/November 2014.




Disebutkan di artikel tersebut, saat itu di wilayah Kota Depok terdapat sebanyak 11 warga kelurahan Tapos Cimanggis yang positif mengidap penyakit filariasis. Hal itu diketahui dari sekitar 505 warga yang diambil sampel darahnya pada 24 oktober 2008, lebih dari 1 persen positif mengandung microfilaria. Diperkuat lagi, berdasarkan data kantor Dinas Kesehatan Depok, selain kelurahan Tapos, filariasis juga menyerang Kecamatan Limo khususnya kelurahan Duren Seribu, kelurahan Krukut, dan kelurahan Grogol juga ditemukan sebanyak 1,83 persen sampel darah yang positif mengandung cacing filaria. Kemudian diikuti beberapa kecamatan lainnya seperti kecamatan Sukmajaya, kecamatan Beji dan kecamatan lainnya yang ditemukan rata-rata kejadian filariasis sama sebesar lebih dari 1 persen dengan ditemukannya microfilaria rate pada sampel darah penduduk di sekitar kasus yang disebut juga dengan kaki gajah atau elephantiasis itu.

Yuks, mari mengenal sedikit apa itu penyakit kaki gajah yang pernah menyerang kesehatan masyarakat Indonesia dan harus terus diwaspadai itu. Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria pada kelenjar atau saluran getah bening, yang menimbulkan gejala klinik akut berupa demam berulang, peradangan kelenjar atau saluran getah bening, oedema dan gejala klinis kronis berupa elephantiasis, hidrokel. Gejala dini penyakit ini adalah peradangan, sedangkan bilamana sudah lanjut maka akan menimbulkan gejala obstruksi. Adakalanya tidak menimbulkan gejala sama sekali terutama bagi penduduk yang dari kecil sudah berdiam di daerah endemik.

Gejala peradangan tersebut sering timbul setelah bekerja berat dan dapat berlangsung antara beberapa hari hingga beberapa minggu (2-3 minggu). Selanjutnya juga terjadi gejala dari limfadenitis adalah nyeri lokal, keras di daerah kelenjar limfe yang terkena dan biasanya disertai demam, sakit kepala dan badan, muntah-muntah, lesu, serta tidak nafsu makan. Stadium akut ini lambat laun akan beralih ke stadium menahun dengan gejala-gejala hidrokel, kiluria, limfedema, dan elephantiasis.

Lalu pihak mana yang dituduh paling bertanggung jawab terjadinya filariasis ini? Masih menurut artikel di atas, ternyata nyamuk dengan gigitannya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Penyakit ini muncul melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva infektif. W. bancrofit ditularkan melalui berbagai spesies nyamuk, yang paling dominan adalah Culex quinquefasciatus, Anopheles gambiae, An. Funestus, Aedes polyneseiensis, An. Scapularis dan Ae. Pseudoscutellaris.

Bagaimana cara menghindarinya? Disarankan agar sejauh mungkin berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor, misalnya dengan menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk bakar atau semprot, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk.

Kegiatan malam hari di luar rumah juga sebaiknya dihindari karena tindakan ini memungkinkan kontak nyamuk vektor penular filariasis dengan manusia cukup tinggi, apabila upaya pencegahan untuk menghindari gigitan nyamuk masih kurang dilakukan. Maka, minimal obat nyamuk jangan dilupakan jika hendak mengobrol di luar rumah di malam hari.

MN

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama